Reality Magazines – Amerika Serikat secara resmi mencabut larangan ekspor software desain chip ke China setelah hanya enam pekan diberlakukan. Pengumuman ini disampaikan oleh Biro Industri dan Keamanan (Bureau of Industry and Security/BIS) di bawah Departemen Perdagangan AS pada Kamis, 3 Juli 2025. Kebijakan baru ini langsung berdampak pada perusahaan penyedia perangkat lunak Electronic Design Automation (EDA) seperti Synopsys, Cadence Design Systems, dan Siemens.
“Baca Juga: Trump Umumkan Tarif Impor 32% untuk RI, Berlaku Mulai Agustus”
Software EDA berperan penting dalam perancangan chip semikonduktor, komponen utama dalam berbagai teknologi, termasuk perangkat militer dan sistem kecerdasan buatan. AS sebelumnya membatasi ekspor software ini untuk mencegah penggunaannya dalam proyek militer China. Namun kini, larangan tersebut resmi dibatalkan.
Synopsys dan Siemens menyatakan telah menerima surat dari BIS yang menegaskan pencabutan berlaku efektif per awal Juli 2025. Meskipun BIS tidak menjelaskan alasan resmi di balik keputusan ini. Para analis menyebut pencabutan sebagai hasil dari diplomasi strategis antara dua ekonomi terbesar dunia.
Barter Diam-Diam: Software Dilepas, Logam Langka Mengalir
Sumber yang dikutip oleh Tom’s Hardware menyebutkan bahwa pencabutan larangan adalah bagian dari kesepakatan tidak tertulis antara AS dan China. Dalam kesepakatan itu, China setuju membuka kembali ekspor logam tanah jarang seperti galium dan germanium—komoditas penting dalam industri chip dan pertahanan.
Sebagai gantinya, AS melonggarkan pembatasan terhadap teknologi EDA dan beberapa komponen industri strategis lainnya, termasuk etana dan mesin pesawat. Langkah ini menunjukkan bahwa diplomasi dagang berbasis sumber daya dan teknologi tetap menjadi strategi utama dalam hubungan kedua negara.
China selama ini menjadi pemasok dominan logam tanah jarang global, menguasai lebih dari 60% pasokan dunia menurut data US Geological Survey. Ketika China membatasi ekspor logam tersebut, industri teknologi AS langsung merasakan dampaknya. Oleh karena itu, pencabutan larangan ekspor software dianggap sebagai manuver kompromi yang saling menguntungkan.
DeepSeek Dilarang, AI China Masih Jadi Ancaman di Mata AS
Meski membuka kembali akses terhadap software chip, AS tetap memperketat pengawasan terhadap teknologi kecerdasan buatan asal China. Pemerintah federal secara resmi melarang penggunaan aplikasi chatbot AI buatan China, DeepSeek, di seluruh perangkat milik lembaga pemerintahan AS.
Larangan ini berlaku di berbagai institusi strategis seperti Pentagon, NASA, Angkatan Laut, dan Departemen Perdagangan. Edaran internal bahkan menegaskan agar pegawai tidak mengunduh atau mengakses aplikasi ini, baik melalui desktop maupun versi web.
Larangan terhadap DeepSeek menjadi bukti bahwa AS tetap waspada terhadap potensi spionase digital atau kebocoran data sensitif melalui platform AI luar negeri. Pemerintah AS juga tengah menyusun rancangan undang-undang baru yang akan memperluas pelarangan AI asing di semua sektor publik.
AS Longgarkan Satu Aturan, Perketat yang Lain
Pencabutan larangan software desain chip tidak serta-merta mencerminkan pencairan hubungan antara AS dan China. Di balik pelonggaran ekspor teknologi tertentu, AS tetap melanjutkan kebijakan proteksionis terhadap sektor-sektor yang dianggap sensitif, khususnya AI dan pertahanan.
Kebijakan ini mencerminkan pendekatan ganda AS: terbuka terhadap negosiasi jika ada keuntungan strategis, tetapi tetap tegas terhadap teknologi yang berisiko terhadap keamanan nasional. Sementara China terlihat kooperatif dalam isu logam langka, mereka juga semakin giat mengembangkan teknologi dalam negeri agar tidak bergantung pada AS. Pengamat hubungan internasional menilai langkah ini sebagai bagian dari “strategi kontrol dua arah” yang diterapkan AS terhadap mitra strategisnya: menjaga ketergantungan sambil membatasi akses teknologi kritis.
“Baca Juga: AMD Siapkan Zen 6 dengan Target Clockspeed Tembus 7GHz”
Persaingan Teknologi AS-China Masih Panas, Damai Belum Terlihat
Meskipun ada sinyal kompromi dalam kebijakan ekspor software, hubungan teknologi antara AS dan China masih diwarnai ketegangan tinggi. Kedua negara bersaing untuk mendominasi sektor-sektor strategis seperti chip semikonduktor, kecerdasan buatan, dan jaringan 5G.
Pencabutan larangan EDA memberikan napas bagi industri global, namun masih bersifat transaksional, bukan hasil rekonsiliasi jangka panjang. Sementara itu, pemblokiran aplikasi AI seperti DeepSeek menunjukkan ketidakpercayaan yang dalam antar kedua negara.
Selama kedua kekuatan dunia ini tetap bersaing dalam ranah digital dan militer, dunia akan terus menyaksikan perubahan kebijakan yang fluktuatif. Dalam era teknologi tinggi, dominasi ekonomi tidak lagi hanya ditentukan oleh sumber daya alam atau kekuatan militer, tetapi oleh siapa yang lebih unggul dalam penguasaan data dan algoritma.




Leave a Reply